Pendahuluan
Hasil belajar menurut Bloom mencakup prestasi belajar,
kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom
bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat,
dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat
berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah
afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia
sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor
dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki
minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang
mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil
pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun
belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk
meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar
yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran
bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta
didik.
Pembahasan
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan
belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu
sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang
berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran
yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat
semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu
ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat
persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua
dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan
ranah afektif.
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan
kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di
dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif.
Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving
(attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
1. Tingkat receiving
Pada
tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan,
musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik
pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan
sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan,
yaitu kebiasaan yang positif.
2. Tingkat responding
Responding
merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan
pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam
memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu
hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas
khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman,
senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3. Tingkat valuing
Valuing
melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu
nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat
komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat
nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku
yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan
pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada
tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar
nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten.
Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau
organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5. Tingkat characterization
Tingkat
ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta
didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu
tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini
berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
C. Karakteristik Ranah Afektif
Pemikiran
atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah
afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang
termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas
menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat
dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang
kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah
perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang
menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran
dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah
perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu
skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai
arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang
ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi
terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini
bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh
seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik
merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung
sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada
5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep
diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Sikap
merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan
sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi
verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang
ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep,
atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah
atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk
ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan
ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran
termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut
Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan
menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah
intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki
intensitas tinggi.
Penilaian
minat dapat digunakan untuk:
- mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
- mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
- pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
- menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
- mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
- acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
- mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
- bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
- meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Menurut
Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan
dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada
dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang
tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau
negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu
mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep
diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat
bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian
konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian
diri adalah sebagai berikut.
- Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
- Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
- Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
- Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
- Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
- Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
- Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
- Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
- Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
- Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
- Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
- Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
- Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
- Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
- Peserta didik mampu menilai dirinya.
- Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
- Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai
menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,
atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar
objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target
nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti
sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya
intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan
nilai yang diacu.
Definisi
lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan
minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar
menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur
penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus
membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan
signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi
konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget
dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg
mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia
hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal
terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri
sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang
lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan
agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala.
Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
- Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
- Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
- Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
- Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
D. Pengukuran Ranah Afektif
Dalam
memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan
harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang
timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk
ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung
mengikuti definisi konseptual. Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang
dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode
laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa
karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang
ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang
mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini
menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.
Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari
watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku
atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan
oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.
E. Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen
penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai,
dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen
penilaian afektif, yaitu:
- menentukan spesifikasi instrumen
- menulis instrumen
- menentukan skala instrumen
- menentukan pedoman penskoran
- menelaah instrumen
- merakit instrumen
- melakukan ujicoba
- menganalisis hasil ujicoba
- memperbaiki instrumen
- melaksanakan pengukuran
- menafsirkan hasil pengukuran
1. Spesifikasi instrumen
Ditinjau
dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu
instrumen: (a) sikap, (b) minat, (c) konsep diri, (d) nilai, dan (e) moral.
a. Instrumen sikap
Instrumen
sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek,
misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap
berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
b. Instrumen minat
Instrumen
minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap
mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta
didik terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen
konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada
dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk
menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen
nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi
yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif.
Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif
dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
e. Instrumen moral
Instrumen
moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh
melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui
pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi
tentang moral seseorang. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu
memperhatikan empat hal yaitu: (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen,
(3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen.
Setelah
menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun
kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi
spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan
kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori
yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional
berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi
operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator
merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua
atau lebih instrumen.
2. Penulisan instrumen
Penilaian
ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian
afektif sebagai berikut.
a. Instrumen sikap
Definisi
konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik
menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk
mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah.
Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positif
atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata
pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui
kuesioner. Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang
positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang
sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang;
menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak
diingini.
Contoh
indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika misalnya.
- Membaca buku matematika
- Mempelajari matematika
- Melakukan interaksi dengan guru matematika
- Mengerjakan tugas matematika
- Melakukan diskusi tentang matematika
- Memiliki buku matematika
Contoh
pernyataan untuk kuesioner:
- Saya senang membaca buku matematika
- Tidak semua orang harus belajar matematika
- Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
- Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
- Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
- Memiliki buku matematika penting untuk semua peserta didik
b. Instrumen minat
Instrumen
minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap
suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat
peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat
adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu
mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan
perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan
seseorang tentang keadaan suatu objek.
Contoh
indikator minat terhadap pelajaran matematika:
- Memiliki catatan pelajaran matematika.
- Berusaha memahami matematika
- Memiliki buku matematika
- Mengikuti pelajaran matematika
Contoh
pernyataan untuk kuesioner:
- Catatan pelajaran matematika saya lengkap
- Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
- Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran matematika
- Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
- Saya senang mengerjakan soal matematika.
- Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika
c. Instrumen konsep diri
Instrumen
konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan
program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep
diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut
keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan
tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.
Contoh
indikator konsep diri:
- Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami
- Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran
- Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit
- Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh
pernyataan untuk instrumen:
- Saya sulit mengikuti pelajaran matematika
- Saya mudah memahami bahasa Inggris
- Saya mudah menghapal suatu konsep.
- Saya mampu membuat karangan yang baik
- Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
- Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
- Saya mampu membuat karya seni yang baik
- Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.
d. Instrumen nilai
Nilai
merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan
yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta
didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai
pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni
tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu
yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
Nilai
seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan
berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan
seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai
yang dianutnya. Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu
pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan
kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan
bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan
bahwa guru sulit melakukan perubahan.
Instrumen
nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang
diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal
yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya
dihilangkan.
Contoh
indikator nilai adalah:
- Memiliki keyakinan akan peran sekolah
- Menyakini keberhasilan peserta didik
- Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
- Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh
pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:
- Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk
- ditingkatkan.
- Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
- Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
- Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat.
- Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
- Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya.
Selain
melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan
nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta
didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk
mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator
substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang
muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.
e. Instrumen Moral
Instrumen
ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik.
Contoh
indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:
- Memegang janji
- Memiliki kepedulian terhadap orang lain
- Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
- Memiliki Kejujuran
Contoh
pernyataan untuk instrumen moral
- Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.
- Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya.
- Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.
- Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.
- Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.
- Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
- Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
- Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya.
- Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.
- Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
3. Skala Instrumen Penilaian Afektif
Skala
yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala
Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh
Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran Ekonomi
No
|
Pernyataan
|
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
1.
|
Saya
senang belajar Ekonomi
|
|||||||
2.
|
Pelajaran
Ekonomi bermanfaat
|
|||||||
3.
|
Saya
berusaha hadir tiap ada jam pelajaran Ekonomi
|
|||||||
4.
|
Saya
berusaha memiliki buku pelajaran Ekonomi
|
|||||||
5.
|
Pelajaran
Ekonomi membosankan
|
|||||||
6.
|
Dst.
|
Contoh
skala Likert: Sikap terhadap pelajaran Ekonomi
No
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
1.
|
Pelajaran
Ekonomi bermanfaat
|
||||
2.
|
Pelajaran
Ekonomi sulit
|
||||
3.
|
Tidak
semua harus belajar Ekonomi
|
||||
4.
|
Pelajaran
Ekonomi harus dibuat mudah
|
||||
5.
|
Sekolah
saya menyenangkan
|
||||
6.
|
Dst.
|
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS: Sangat tidak setuju
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS: Sangat tidak setuju
Contoh
skala beda Semantik:
Pelajaran
ekonomi
a
|
B
|
c
|
d
|
e
|
f
|
g
|
h
|
||
Menyenangkan
|
Membosankan
|
||||||||
Sulit
|
Mudah
|
||||||||
Bermanfaat
|
Sia-sia
|
||||||||
Menantang
|
Menjemukan
|
||||||||
Banyak
|
Sedikit
|
||||||||
Dst.
|
Dst
|
4. Sistem penskoran
Sistem
penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan
skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1.
Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah
1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1.
Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada
katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut
skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar
jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat
peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan
simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat
masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
Penutup
Ranah afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif
menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving
(2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization
by evalue or calue complex.
Ciri ranah
penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria
untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama,
perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal
perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah
intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari
perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih
kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang
lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi
positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik
atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan
dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka
karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu
pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
Daftar
Pustaka
Djahir Basir, H.M, Dwi
Hasmidyani. 2012. Diktat Evaluasi Proses
dan Hasil Belajar.
Palembang
21
Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar