Sabtu, 25 Juni 2016

Ranah Afektif

Pendahuluan
Hasil belajar menurut Bloom mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran  tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.









Pembahasan
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
C. Karakteristik Ranah Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik  merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan  sebagainya.
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
  • mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
  • mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
  • pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
  • menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
  • mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
  • acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
  • mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
  • bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
  • meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
  • Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
  • Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
  • Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
  • Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
  • Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
  • Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
  • Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
  • Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
  • Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
  • Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
  • Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
  • Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
  • Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
  • Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
  • Peserta didik mampu menilai dirinya.
  • Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
  • Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.  Ranah afektif lain yang penting adalah:
  • Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
  • Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
  • Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
  • Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
D. Pengukuran Ranah Afektif
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual. Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.  Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.
E. Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.  Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu:
  1. menentukan spesifikasi instrumen
  2. menulis instrumen
  3. menentukan skala instrumen
  4. menentukan pedoman penskoran
  5. menelaah instrumen
  6. merakit instrumen
  7. melakukan ujicoba
  8. menganalisis hasil ujicoba
  9. memperbaiki instrumen
  10. melaksanakan pengukuran
  11. menafsirkan hasil pengukuran
1. Spesifikasi instrumen
Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen: (a) sikap, (b) minat, (c) konsep diri, (d) nilai, dan (e) moral.
a. Instrumen sikap
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.

b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
e. Instrumen moral
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu: (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen.
Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen.
2. Penulisan instrumen
Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut.
a. Instrumen sikap
Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner. Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika misalnya.
  • Membaca buku matematika
  • Mempelajari matematika
  • Melakukan interaksi dengan guru matematika
  • Mengerjakan tugas matematika
  • Melakukan diskusi tentang matematika
  • Memiliki buku matematika
Contoh pernyataan untuk kuesioner:
  • Saya senang membaca buku matematika
  • Tidak semua orang harus belajar matematika
  • Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
  • Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
  • Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
  • Memiliki buku matematika penting untuk semua peserta didik
b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek.
Contoh indikator minat terhadap pelajaran matematika:
  • Memiliki catatan pelajaran matematika.
  • Berusaha memahami matematika
  • Memiliki buku matematika
  • Mengikuti pelajaran matematika
Contoh pernyataan untuk kuesioner:
  • Catatan pelajaran matematika saya lengkap
  • Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
  • Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran matematika
  • Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
  • Saya senang mengerjakan soal matematika.
  • Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.
Contoh indikator konsep diri:
  • Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami
  • Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran
  • Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit
  • Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh pernyataan untuk instrumen:
  • Saya sulit mengikuti pelajaran matematika
  • Saya mudah memahami bahasa Inggris
  • Saya mudah menghapal suatu konsep.
  • Saya mampu membuat karangan yang baik
  • Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
  • Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
  • Saya mampu membuat karya seni yang baik
  • Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.
d. Instrumen nilai
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya. Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan.
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
Contoh indikator nilai adalah:
  • Memiliki keyakinan akan peran sekolah
  • Menyakini keberhasilan peserta didik
  • Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
  • Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:
  • Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk
  • ditingkatkan.
  • Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
  • Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
  • Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat.
  • Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
  • Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya.
Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.
e. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik.
Contoh  indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:
  • Memegang janji
  • Memiliki kepedulian terhadap orang lain
  • Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
  • Memiliki Kejujuran
Contoh pernyataan untuk instrumen moral
  • Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.
  • Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya.
  • Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.
  • Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.
  • Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.
  • Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
  • Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
  • Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya.
  • Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.
  • Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
3. Skala Instrumen Penilaian Afektif
Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran Ekonomi
No
Pernyataan
7
6
5
4
3
2
1
1.
Saya senang belajar Ekonomi







2.
Pelajaran Ekonomi bermanfaat







3.
Saya berusaha hadir tiap ada jam pelajaran Ekonomi







4.
Saya berusaha memiliki buku pelajaran Ekonomi







5.
Pelajaran Ekonomi membosankan







6.
Dst.







Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran Ekonomi
No
Pernyataan
SS
S
TS
STS
1.
Pelajaran Ekonomi bermanfaat




2.
Pelajaran Ekonomi sulit




3.
Tidak semua harus belajar Ekonomi




4.
Pelajaran Ekonomi harus dibuat mudah




5.
Sekolah saya menyenangkan




6.
Dst.




Keterangan:
SS : Sangat setuju
S   : Setuju
TS : Tidak setuju
STS: Sangat tidak setuju
Contoh skala beda Semantik:
Pelajaran ekonomi

a
B
c
d
e
f
g
h

Menyenangkan








Membosankan
Sulit








Mudah
Bermanfaat








Sia-sia
Menantang








Menjemukan
Banyak








Sedikit
Dst.








Dst
4. Sistem penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.

















Penutup
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex.
Ciri ranah penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.









Daftar Pustaka
Djahir Basir, H.M, Dwi Hasmidyani. 2012. Diktat Evaluasi Proses dan Hasil Belajar.
Palembang
21 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar